Minggu, 02 Desember 2012

IPTEK ELEKTRO


Iptek pada hakekatnya diperlukan oleh manusia sebagai wahana untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejarah telah menunjukkan bahwa kebutuhan manusia tersebut terus berkembang dari waktu ke waktu, bahkan dalam alam globalisasi dewasa ini perkembangnya kebutuhan manusia itu berlangsung dengan sangat cepat dan dinamis. Oleh karena itu perkembangan IPTEK-pun berlangsung dengan sangat cepat dan dinamis.
Dengan demikian, maka pada dasarnya masalah penguasaan IPTEK tidak terpisahkan dari masalah pembangunan ekonomi, atau dengan perkataan lain, IPTEK tidak terlepas dari hukum "permintaan-penawaran" atas produk- produk hasil karya manusia sendiri yang terjadi di pasar.
Catatan : Pasar sebagai tempat pertemuan antara permintaan-penawaran tersebut.

Terdapat hubungan timbal-balik secara inter-aktif, saling menunjang dan membangun antara permintaan dan penawaran tersebut, dalam arti kata bahwa permintaan dan penawaran tidaklah terjadi secara alamiah semata, tetapi justru pada umumnya karena adanya inisiatif dua arah antara keduanya. Di satu pihak adanya inisiatif permintaan akan memacu penawaran, di lain pihak adanya inisiatif penawaran akan memacu pula terjadinya permintaan. Dinamika, kreativitas dan inovasi hubungan timbal- balik atau "push-pull" inilah yang perlu senantiasa dikembangkan secara berlanjut, dan pada hakekatnya itulah yang merupakan motor penggerak dalam mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi masyarakat. Keberlanjutan pembangunan ekonomi pada akhirnya akan menjamin terwujudnya kemajuan (progress) masyarakat, Bangsa dan Negara pada umumnya.
Bangsa yang mampu menyelenggarakan dan mengendalikan keseluruhan proses seperti diuraikan di atas, bukan saja dalam konteks nasional tetapi kini juga dalam konteks regional dan global, dan secara bersaing, pada hakekatnya adalah bangsa yang mandiri dan ungggul. Demikianlah kiranya hal yang memang dicita-citakan oleh Bangsa Indonesia.
Adalah kemampuan IPTEK yang merupakan kunci bagi terwujudnya hubungan timbal-balik semacam itu. Oleh karena itu apabila ingin menjadi bangsa yang mandiri dan unggul, apalagi di tengah-tengah masyarakat dunia yang sangat bersaing dewasa ini, Bangsa Indonesia harus mampu menguasai IPTEK dan mengendalikannya agar senantiasa dapat merupakan wahana dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Untuk dapat melaksanakan penguasaan IPTEK tersebut, dalam konteks alur-pikir demikian, maka perlu adanya pemahaman bahwa IPTEK berperan dalam keseluruhan proses hubungan timbal-balik tersebut, yang mencakup 3 hal sebagai berikut :
  1. Iptek untuk mampu membuat produk-produk (berupa barang & jasa) untuk ditawarkan kepada konsumen di pasar. Hal ini berarti harus dimilikinya teknologi produksi untuk membuat produk-produk tersebut, serta mengembangkan produk-produk baru guna mengantisipasi kebutuhan pasar yang berkembang secara dinamis. 
  2. IPTEK untuk mampu hadir di pasar guna menemukan dan menentukan produk-produk yang dibutuhkan. Hal ini berarti harus dimilikinya teknologi pemasaran agar konsumen dapat "mengkonsumsi" produk-produk yang ditawarkan dengan tepat, dan juga menentukan spesifikasi produk-produk atau sistem jaringan produk-produk yang dibutuhkannya agar produsen dapat memenuhinya.
  3. IPTEK untuk mampu menghadirkan atau menyelenggarakan pertemuan antara produk-produk yang ditawarkan dan produk-produk yang diminta di pasar secara cepat, tepat, efektif dan efisien serta sinergis. Hal ini berarti harus dimilikinya teknologi distribusi yang handal mulai dari titik produsen sampai ke pasar dan akhirnya ke konsumen.
Situasi dan Kondisi
Perkembangan dunia adalah sedemikian rupa sehingga bagaimanapun juga negara-negara industri maju, yang telah memiliki basis teknologi kuat selama berpuluh-puluh tahun, lebih-lebih dalam alam globalisasi dewasa ini, akan lebih berkemampuan dalam menguasai dan mengembangkan IPTEK dibandingkan dengan negara-negara yang sedang berkembang. Lebih-lebih dengan kenyataan bahwa teknologi informasi praktis hampir seluruhnya mereka kuasai. Mau tidak mau, suka tidak suka, negara-negara sedang berkembang akan banyak tergantung dan menjadi pasaran bagi produk- produk IPTEK negara-negara industri yang telah maju tersebut. Pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang yang pesat justru cenderung akan memperbesar ketergantungan mereka di bidang IPTEK kepada negara- negara industri maju.
Namun di lain pihak, tidaklah terlalu buruk keadaannya bagi negara-negara berkembang yang memiliki potensi ekonomi besar, termasuk Indonesia dengan jumlah penduduknya yang besar, kekayaan alam yang cukup, posisi geografis yang strategis dan lain sebagainya. Dalam alam globalisasi di mana negara-negara di dunia hampir semuanya menganut kebijaksanaan ekonomi terbuka yang berorientasi pasar, maka negara-negara berkembang ini memiliki prospek pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Mengingat pertumbuhan ekonomi yang sudah optimal pada tingkat yang jauh lebih rendah, adalah kepentingan negara-negara industri maju untuk menjadikan negara-negara sedang berkembang dengan pertumbuhan ekonominya tinggi sebagai pasar bagi produk-produknya. Dengan demikian negara-negara sedang berkembang berpeluang untuk dapat terus melanjutkan pertumbuhan ekonominya yang tinggi guna melaksanakan pembangunan, justru dengan komitmen negara-negara industri maju sendiri untuk membuka pasarnya lebih lebar bagi produk-produk negara berkembang, sekaligus (terpaksa) melaksanakan alih-teknologi agar negara- negara berkembang makin dapat menguasai IPTEK untuk berkelanjutan pertumbuhan ekonominya, yang kini telah menjadi kepentingan negara- negara industri maju pula. Hubungan antara negara industri maju dengan negara berkembang seperti dahulu pada jaman merkantilisme, di mana negara berkembang hanya diperlukan sebagai pemasok produk-produk primer dan sekaligus sebagai pasar sudah tidak dapat dipertahankan lagi, karena biaya produksi yang terus membubung tinggi di negara-negara industri maju itu sendiri sehingga mereka makin tidak mampu mendukungnya lagi.
Inilah hakekat globalisasi yang melanda dunia semenjak tahun 1980-an, sebagai akibat kemajuan teknologi informasi dan persaingan di antara negara-negara industri maju sendiri yang semakin ketat. Fenomena terpenting globalisasi adalah ketergantungan ekonomi antar negara baik secara bilateral maupun multilateral, yang telah menjadi kebutuhan bagi setiap negara. Kini tidak ada satu negarapun di dunia yang mampu menganut sistem "autarki", atau melaksanakan sendiri kegiatan ekonominya tanpa ada keterkaitan dengan negara lain. Setiap negara akan memerlukan negara atau negara-negara lain sebagai pasarnya dan harus bersedia menjadikan dirinya pula sebagai bagian dari pasar global. Sementara itu setiap negara yang memiliki keunggulan kompetitif juga akan memerlukan dirinya untuk berperan sebagai lokasi industri milik negara tau negara-negara lain dalam upaya mendekatkan diri dengan pasar agar tetap mampu bersaing. Seperti dapat dilihat dewasa ini "relokasi industri", terutama industri-industri yang menggunakan teknologi rendah sampai dengan madya, sudah merupakan kejadian biasa.
Dampak globalisasi akan bersifat positif bagi negara-negara sedang berkembang dalam arti kata pertumbuhan ekonominya akan dapat dipacu, dan apabila dapat memanfaatkan berbagai peluang yang ada, khususnya dalam penguasaan IPTEK, maka negara berkembang tersebut dapat meraih nilai-tambah yang besar untuk mentransformasikan dirinya menjadi negara industri baru serta berada dalam posisi segera mengejar ketertinggalannya dari negara-negara industri maju. Sementara negara berkembang yang tidak dapat memanfaatkannya untuk penguasaan IPTEK, maka negara tersebut akan menjadi pasar saja bagi negara-negara industri maju yang akan menikmati seluruh nilai-tambahnya, dan secara bertahap akan kehilangan jatidirinya sebagai bangsa dan negara.
Inilah tantangan yang dihadapai negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pada hakekatnya dalam alam globalisasi nanti semua bangsa dan negara harus bersaing dalam menyelenggarakan dan mengendalikan proses permintaan dan penawaran tersebut.
Bagi Indonesia tantangan yang dihadapi adalah sungguh berat, yaitu bukan saja harus mampu bersaing di pasar global tetapi juga nantinya, dalam waktu tidak terlalu lama lagi (sesuai kesepakatan GATT/WTO, AFTA, APEC), di pasar dalam negeripun harus mampu bersaing, karena Indonesia sebagai bagian dari pasar global tidak dapat lagi menghalang-halangi masuknya produk-produk negara lain, termasuk produk-produk negara berkembang pesaing Indonesia. Hal ini menuntut adanya sentra-sentra produksi di Indonesia yang benar-benar efisien dan makin dalam strukturnya sehingga membentuk basis teknologi yang makin kokoh.
Jelas bahwa agar Kepentingan Nasional dan Jati-Diri bangsa Indonesia dapat ditegakkan , maka kendali atas keseluruhan proses ini harus berada di tangan Bangsa Indonesia, meskipun dalam menembus pasar dan dalam membuat serta mendistribusikan produk-produk akan terlibat pihak asing.
Kunci untuk mampu memegang kendali ini tidak lain adalah Penguasaan IPTEK dalan seluruh mata rantai kegiatan industri dan perdagangan (INDAG) yang mencakup kemampuan menerapkan dan mengembangkan IPTEK dalam ketiga aspek hukum permintaan-penawaran (pasar) tersebut yaitu :
  1. Teknologi produksi
  2. Teknologi pemasaran
  3. Teknologi distribusi
Penguasaan IPTEK oleh Bangsa Indonesia (suatu Pandangan)
Penguasaan IPTEK bukanlah suatu hal yang mudah dan dapat dengan cepat dicapai. Upaya menguasai suatu IPTEK oleh Bangsa Indonesia merupakan suatu proses transformasi budaya bangsa dari kehidupan masyarakat yang bersifat agraris menjadi masyarakat industri. Sejarah telah menunjukkan bahwa diperlukan waktu satu atau beberapa generasi untuk dapat menyelenggarakan trasformasi budaya demikian. Lebih-lebih dengan Indonesia yang terdiri atas masyarakat yang sangat majemuk yang mendiami daerah kepulauan sangat luas terdiri atas kurang lebih 17.000 pulau, masalah transformasi budaya ini benar-benar sangat kompleks.
Apapun alasannya, dalam memasuki abab-XXI yang ditandai dengan sistem perekonomian global di mana perdagangan industri dan investasi akan dilakukan secara makin bebas tanpa mengenal batas negara lagi, maka apabila tidak ingin kehilangan Kepentingan Nasional dan Jati-Dirinya Bangsa Indonesia harus segera mampu menguasai IPTEK, paling tidak pada tingkat yang dihormati di dunia internasional.
Sikap dasar. Untuk melakukan upaya menguasai IPTEK menuju abab XXI tersebut perlu adanya sikap dasar sebagai berikut :
Evaluasi terhadap upaya penguasaan IPTEK selama ini. Upaya menguasai IPTEK di Indonesia selama ini dapat diamati sebagai berikut :
Strategi dan langkah-langkah yang perlu diambil.
Dengan memperhatikan situasi-kondisi yang dihadapi, sikap dasar dan evaluasi atas upaya penguasaan IPTEK selama ini seperti yang telah diuraikan di atas, maka selanjutnya dianggap perlu mengambil strategi dan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Teknologi Produksi
b. Teknologi Pemasaran.Bersamaan dengan pengembangan teknologi produksi, pada saat ini telah dirasakan mendesak sekali bahwa pembinaan kemampuan teknologi pemasaran harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Sasaran pembinaan di sini adalah para konsumen, dan para produsen sendiri yang mampu menempatkan dirinya sebagai konsumen. Pembinaan teknologi pemasaran mencakup :
  • Membina para konsumen agar dapat secara profesional menentukan dan memanfaatkan produk-produk yang tersedia ataupun yang perlu disediakan di pasar. Penggunaan dan pemeliharaan produk-produk (meskipun yang berasal dari impor), baik secara sendiri-sendiri maupun dalam suatu jaringan fungsional (sistem) untuk memenuhi kebutuhan, harus dapat dikuasai oleh konsumen. Penguasaan penggunaan dan pemeliharaan produk oleh konsumen ini sangat penting artinya dalam rangka menjamin dinamika hubungan produsen-konsumen (penawaran-permintaan). Pada tahap inilah produk-produk hasil karya dalam negeri (apabila sudah memenuhi syarat) dapat dipromosikan penggunaannya, sekaligus dalam upaya membina kecintaan pada produk-produk nasional.
  • Sementara itu produsenpun harus dibina agar memiliki jiwa "Salesmanship", dengan menguasai seluk-beluk penggunaan produk baik secara individual maupun dalam sistem jaringan sesuai kebutuhan dana yang dikehendaki konsumen. Pada tahap ini pulalah apabila produk-produk hasil rekayasa & rancang-bangun dalam negeri telah memenuhi persyaratan- persyaratan kualitasnya, maka produsen harus mampu meningkatkan daya- tarik produk tersebut terhadap para konsumen. Produsen harus senantiasa mampu mengantisipasi kebutuhan dan selera konsumen dan siap mengembangkannya menjadi produk-produk baru yang menarik, bermutu dan bersaing.
  • Untuk itu kiranya perlu dilakukan pembenahan-pembenahan seperlunya dalam Sistem Pendidikan Nasional agar lebih kondusif ke arah budaya pemasaran ini, yang notabene menekankan pelayanan kepada orang lain (konsumen) sebagai hal terpenting dalam perilaku kehidupan. Masyarakat yang mengutamakan pelayanan dalam perilaku hidupnya, pada hakekatnya adalah masyarakat yang memiliki disiplin nasional tinggi.
c. Teknologi Distribusi.Jaringan distribusi sebagai penghubung antara produsen, pasar dan konsumen mempunyai nilai yang amat strategis dalam sistem perekonomian suatu negara. Oleh karena itu Indonesia harus dapat menguasai jaringan ini. Dalam alam perdagangan dan investasi bebas nanti penguasaan jaringan ini tidak dapat lagi dengan leluasa diproteksi melalui peraturan-peraturan Pemerintah. Mau tidak mau penguasaan sistem dan teknologi distribusilah yang akan berbicara. Teknologi distribusi mencakup antara lain :
  • Teknologi untuk mempertemukan secara cepat dan tepat produk-produk yang dibuat oleh produsen dengan konsumen yang membutuhkannya.
  • Teknologi kemasan yang menarik agar produk-produk dapat bersaing di antara berbagai produk-produk sejenis.
  • Teknologi pengiriman/pengapalannya dari fasilitas produksi ke pasar dan akhirnya ke konsumen.
  • Teknologi sentra-sentra atau simpul-simpul pergudangan yang efisien antara titik produksi-pasar-konsumen.
Intensifikasi teknologi pemasaran dan teknologi distribusi pada prinsipnya akan mendorong tumbuhnya industri jasa. Seperti diketahui industri jasa sebenarnya merupakan wahana yang tepat untuk penguasaan IPTEK dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), lebih-lebih mengingat industri jasa sangat sarat dengan penggunaan teknologi informasi modern, sehingga upaya pencerdasan bangsapun akan dapat lebih dipercepat. Teori yang mengatakan bahwa industri jasa baru akan hadir setelah industri barang dikuasai, tampaknya dalam alam globalisasi yang penuh persaingan dewasa ini sudah tidak memiliki validitas lagi. Justru sebaliknya, industri jasa dapat segera dimasuki dan selanjutnya bahkan dapat lebih memfokuskan atau "zero-in" pada pengembangan industri barang yang diperlukan guna mendukungnya. Contoh kemampuan industri jasa di mana Indonesia sudah mampu berkiprah di arena global adalah di sektor pekerjaan umum, konstruksi bangunan/engineering pada umumnya.

Kesimpulan

Pendekatan "demand side technology" di samping menyesuaikan "supply side technology" yang sudah ada dapat mensinergikan pertumbuhan industri jasa dan industri barang, dan dapat merupakan terobosan strategis dalam memecahkan kemandegan atau "stagnasi" upaya penguasaan IPTEK serta pembentukan basis teknologi selama ini, karena dengan segala keterbatasan yang melekat pada Bangsa Indonesia di bidang PTEK, justru dengan pendekatan ini diberikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil. Hal ini karena di sini diambil pendekatan proses belajar melalui pemanfaatan IPTEK yang disediakan oleh negara-negara industri maju itu sendiri, di mana meskipun sebagai suatu negara yang baru memulai proses indusrialisasinya namun dalam "demand side technology" ini Indonesia dapat langsung berkiprah pada tingkat teknologi yang canggih.
"Demand side technology" yang dimulai dengan mengutamakan aspek pemanfaatan teknologi dan pemeliharaan produk-produk serta pemberian pelayanan terbaik pada konsumen (pengguna) akan berdampak positif bagi percepatan upaya pencerdasan bangsa dan disiplin nasional, di samping lebih mengarahkan atau "zero-in" upaya-upaya membentuk basis teknologi agar selanjutnya dapat berkiprah lebih jauh pada tahap penguasaan IPTEK yang bersaing di arena global

Tidak ada komentar:

Posting Komentar